Cerita Jaka Tarub

Posted on

Cerita Jaka Tarub – Halo teman-teman semua! Berjumpa lagi dengan fatasama. Pada kesempatan kali ini fatasama akan menulis cerita rakyat Indonesia yang berjudul cerita Jaka Tarub dan tujuh bidadari.

Cerita Jaka Tarub merupakan dongeng cerita rakyat Indonesia yang berasal dari daerah Jawa Tengah.

Cerita tentang Jaka Tarub dan tujuh bidadari ini termasuk salah satu cerita rakyat nusantara yang cukup terkenal lho.

Setahu saya cerita Jaka Tarub juga sudah banyak di adaptasi ke dalam film baik animasi maupun film di televisi.

Mungkin dari kalian ada yang belum tahu dengan cerita rakyat Indonesia yang satu ini. Mari simak baik-baik kisahnya berikut ini.

Contents

Cerita Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari

Alkisah pada zaman dahulu kala di perkampungan antah berantah di Pulau Jawa ada seorang pemuda yang bernama Jaka Tarub.

Jaka Tarub hidup bersama ibunya saja. Ayah Jaka Tarub sudah lama meninggal. Dia hanya hidup bersama ibunya Mbok Rah.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Jaka Tarub dan ibunya menanam padi di sawah.

Pada suatu malam Jaka Tarub bermimpi dalam tidur lelapnya mendapatkan seorang istri cantik jelita bak bidadari dari kahyangan.

Tidak lama Jaka Tarub tersenyum sendiri dan terbangun dari tidurnya.

”Ah sayang sekali hanya mimpi. Cantik sekali wanita tadi!” Gumamnya sendiri sambil tersenyum dan kembali tidur.

Namun wajah wanita dalam tidurnya membuatnya terbayang-bayang. Jaka Tarub nggak jadi tidur lagi. Hatinya bahagia banget.

Dia keluar rumah dan duduk di bale depan rumahnya sembari tersenyum ia menatap langit.

Dan tidak terasa karena saking bahagianya dia duduk di bale-bale rumahnya sampai ayam berkokok.

Ibunya yang bagun pagi keheranan melihat Jaka Tarub yang duduk sambil senyum-senyum sendiri memandangi langit yang mulai pagi.

“Hei, apa yang sedang kamu lihat, Nak?”

“Ah, ibu mengagetkan Tarub!”

“Habisnya kamu melamun sabil senyum-senyum sendiri sih, ibu jadi khawatir denganmu!”

“Tenang, Bu Tarub masih waras kok!” Ujar Jaka Tarub sambil tersenyum.

“Ah bisa aja kamu, nak!”

Dalam hati Mbok Rah, ibu Jaka Tarub dia menduga, mungkin Jaka Tarub kepikiran untuk segera berumah tangga.

Mengingat banyak sudah teman sebayanya yang sudah berumah tangga. Usia Jaka Tarub juga sudah waktunya harus menikah.

Pagi itu mentari bersinar hangat. Mbok Rah segera berangkat ke sawah bersama warga lainnya.

“Nak, ibu berangkat duluan ya!” Mbok Rah berteriak nyaring.

“Oke mak!” Jawab Jaka Tarub.

Di sawah Mbok Rah melakukan aktivitasnya seperti biasa. Tiba-tiba dari sawah sebelah, Pak Tukijo menghampiri Mbok Rah.

“Eh, Mbok Rah itu anak kamu si Tarub kenapa belum menikah juga?” Pak Tukijo membuka percakapan.

“Lho, memangnya untuk aapa kau bertanya demikian, Pak Tukijo?” Tanya Mbok Rah dengan sedikit gusar.

“Memangnya apa yang membuatmu tertarik dengan Jaka Tarub?” Tanya Mbok Rah dengan sedikit agak ngegas.

“Tunggu Mbok Rah, jangan marah dulu. Ada yang ingin aku tanyakan kepadamu!” Ujar Pak Tukijo lagi.

“Jadi begini, kuamati Jaka Tarub adalah sesosok lelaki yang giat bekerja. Wajahnya juga cukup menarik. Kira-kira Tarub mau apa tidak ya kujodohkan dengan anakku?”

“Hei Pak Tukijo kamu tidak sedang mabuk kan?” Mbok Rah memastikan.

Jadi anaknya Pak Tukijo ini juga terkenal memiliki paras yang ayu. Namanya Laras. Di kampungnya ia menjadi primadona semua pemuda.

Selain cantik Laras juga dikenal memiliki peringai yang baik. Tutur katanya yang lembut. Nurut sama orang tua. Pokoknya idaman para lelaki dan mertua.

Mereka berlomba-lomba mencari perhatian laras. Namun sayang sekali laras hanya mengabaikannya.

Mendengar hal itu Mbok Rah senang bukan kepalang. Bagaimana bisa Pak Tukijo berniat menjodohkan anaknya yang cantik dengan Jaka Tarub.

Meski demikian Mbok Rah tidak ingin mendahului anaknya dalam hal ini.

“Sebenarnya aku sangat setuju, Pak Tukijo. Akan tetapi keputusan tetap ada di tangan Jaka Tarub.” Ujar Mbok Rah.

“Ada baiknya kita tanyakan kepada mereka masing-masing” Ujar Mbok Rah lagi.

Berita Duka

Pagi hari itu cuaca sedikit mendung. Jaka Tarub gemar sekali berburu. Meskipun hari sedikit mendung namun hal itu tidak menghalanginya untuk tetap pergi berburu.

“Mak, Jaka pergi berburu ya!”

“Uhuk…, iya nak!”

“Emak baik-baik saja bukan? apa merasa tidak enak badan?” Tanya Jaka Tarub pada ibunya.

“Tidak, Nak emak baik-baik saja, jangan khawatir!”

“Jaka serius mak. Kalo emak sakit, Jaka tidak berangkat berburu ke hutan hari ini.”

“Jaka, tau nggak?”

“Iya mak..?”

“Emak ingin sekali memiliki cucu!” Ujar Mbok Rah sambil tersenyum.

“Ah, emak bisa aja. Nanti ya mak kalo sudah waktunya juga dapat kok!” Ujar Jaka Tarub.

“Yasudah…yasudah sana segera berangkat, nanti keburu hujan!”

“Baik mak, Jaka berangkat dulu!”

Dengan berjalan santai Jaka Tarub membawa alat berburu kesayangannya menuju hutan.

Hari itu Jaka Tarub berhasil mendapatkan seekor rusa yang cukup besar. dia senang sekali. “Wah, ini bisa untuk menu makanan beberapa hari kedepan.” Ujarnya dalam hati.

Jaka Tarub segera membawa hasil buruannya untuk pulang ke rumah. Di perjalanan dia bertemu dengan seekor macan tutul.

Dari gelagatnya si macan tutul ingin merebut hasil buruannya. Jaka Tarub terdiam sejenak mengawasi gerak-gerik si macan tutul.

Tak lama kemudian si macan berusaha merebut rusa yang dia bawa. Sontak Jaka Tarub kaget dan menjatuhkan rusa buruannya.

Macan itu sigap. dia segera menggigit leher rusa yang di bawa oleh Jaka Tarub dan menyeretnya menghilang ke dalam semak-semak.

“Aduh sial sekali aku hari ini, baru kali ini aku mengalami hal ini!” gumamnya dalam hati.

Hari itu dia mencari hewan buruan lainnya. Tapi sayang sekali seharian itu tidak ada lagi seekor hewanpun yang bisa dia bawa pulang.

Akhirnya dia pulang kerumah dengan tangan hampa.

Hari itu Jaka Tarub berjalan dengan gontai. Namun di sisi lain dia mulai merasa sedikit merasa lapar.

Ketika Jaka Tarub mendekai rumahnya dia sedikit keheranan dengan banyaknya orang yang berkumpul d rumahnya.

“Adaapa ya…?” Perasaannya mulai tidak enak. Dia segera bergegas menunju rumahnya.

Dan benar saja yang difikirkannya. Di rumahnya semua orang sedang duduk mengerumuni ibunya yang sudah terbaring kaku.

“Emak…emak, jangan tinggal Jaka Sendiri mak!” Jaka Tarub memeluk jasad ibunya yang sudah terbaring di lantai.

“Sabar nak!” orang-orang yang datang menenangkannya. Jaka Tarub tidak sanggup Manahan derai air matanya.

Mendung yang sedari tadi pagi sudah sedikit gelap kini menurunkan hujannya yang seakan ikut bersedih karena kematian Mbok Rah.

Hari itu Jaka Tarub menjadi seorang yang sebatangkara. Satu-satunya orang yang di cintainya pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.

Dalam hati dia juga sangat menyesal karena belum bisa juga memenuhi keinginan ibunya. “Maafkan Jaka mak” gumam Jaka Tarub dalam hati.

Tujuh Bidadari Mandi

Sepeninggal ibunya Jaka Tarub sering melamun sendirian. Pekerjaannya sehari-hari hanya berburu ke hutan.

Hasil buruannya terkadang juga di bagikan kepada tetangganya yah dia tau pasti ia sendiri tidak akan sanggup menghabiskan daging burunannya sendiri.

Keesokan paginya Jaka Tarub seperti biasa pergi berburu ke hutan. Dia berjalan dengan santai sembari menikmati udara pagi yang masih segar.

Beberapa waktu kemudian dia sampai ke hutan dan mulai berburu. Hari itu Jaka Tarub tidak mendapati hewan buruan lewat di depannya.

Jaka Tarub mulai sedikit jenuh. Dia juga mulai sedikit haus. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi di danau di tengah hutan dimana dia biasa minum.

Ketika lagkahnya sudah tidak jauh dari danau tiba-tiba sayup-sayup terdengar suara ramai wanita dari arah danau.

Dengan sedikit perasaan was-was dia mengendap-endap menginitip dari balik pepohonan yang rimbun ke arah danau.

“Cantik sekali, tapi apa aku tidak bermimpi. Ini masih siang hari.” Jaka Tarub mengucek matanya. Namun tujuh gadis yang sedang mandi itu tidak kunjung hilang.

“Plak!” dia menampar pipinya dengan keras. “Sepertinya ini memang bukan mimpi!” ujarnya lagi.

Jaka Tarub masih terpana memandangi tujuh gadis misterius yang sedang mandi di danau.

Mereka bersenda gurau bermain air di danau. Dari perkataan mereka Jaka Tarub mendengar bahwa meraka adalah bidadari dari kahyangan.

Sekejap Jaka Tarub ingat dengan mimpinya bertemu dengan gadis cantik. “Apakah ini maksud dari mimpiku waktu itu?” ujarnya dalam hati.

Di tepi danau lainnya ada sebuah tumpukan baju dan slendang di atas sebuah batu di tepian danau. Dari warna pakaian dan slendangnya berbeda-beda.

Dalam hati Jaka Tarub memiliki sebuah rencana untuk mengambil pakaian salah satu dari mereka.

Perlahan Jaka Tarub mulai mengendap-endap dan mengambil salah satu baju dan slendang dari para wanita cantik misterius itu.

Tidak terasa hari sudah semakin sore. Para bidadari kahyangan yang sudah selesai mandi segera bergegas ke tepian danau. Mereka semua lekas mengenakan baju.

“Bajuku di mana ya?” Ujar seorang bidadari kepada kawannya yang lain.

“Loh, bukannya tadi kita semua meletakkannya di sini?” ujar yang lainya.

“Masa ilang beneran pakaian dan slendangmu?”

“Beneran. Ini enggak ada. Pasti ada yang mencurinya!”

“Nawang wulan kita tidak bisa lama-lama di sini. Hari sudah hampir gelap. Jika masih belum ketemu terpaksa kamu akan kami tinggal!” ujar seorang bidadari.

Para bidadari segera berkeliling danau untuk membantu mencari baju dan slendang Nawangwulan yang hilang.

Beberapa saat mereka semua mencarinya, namun usahanya sia-sia. Tidak ada satupun dari mereka yang berhasil menemukannya.

Terang saja mereka tidak bisa menemukan baju Dewi Nawangwulan. Jaka Tarub sudah membawanya pulang ke rumah.

“Nawangwulan maafkan kami, waktu kita hampir habis disini, kami terpaksa meninggalkanmu sendiri di sini!” ujar para bidadari sembari terbang ke langit meninggalkan Nawang wulan sendirian di danau tersebut.

“Jangan tinggalkan aku!” Ujar Dewi Nawangwulan sambil terisak. Mereka semua memandangi Dewi Nawangwulan dengan sedih.

“Maafkan kami Dewi Nawangwulan!” Ujar mereka sembari terbang semakin menjauh ke atas. Dewi Nawangwulan hanya bisa menangis dan pasrah.

Baca juga :

Dewi Nawangwulan

Hari sudah semakin sore. Jaka Tarub yang sedari tadi pulang kini sudah kembali ke hutan untuk mengintai para bidadari di danau.

Namun Jaka Tarub tidak menemukan mereka semua kecuali satu orang saja.

Dalam keputusasaannya Dewi Nawangwulan tanpa sadar dia berucap.

“Barang siapa yang bisa memberiku pakaian jika ia perempuan maka akan aku jadikan saudara. Jika ia laki-laki maka akan kujadikan suami!”

Jaka Tarub yang dari tadi memperhatikan dari balik pohon muncul setelah mendengar perkataan Dewi Nawangwulan.

Dia segera keluar dari persembunyiannya dan berjalan kearah danau sembari membawa baju milik ibunya.

“Hey wanita yang di sana, jangan berenang sendirian di danau. Hari sudah semakin sore!” Ujar Jaka Tarub dari batu besar di tepi danau.

“Aku kehilangan bajuku, apa kau bisa membantuku?” tanya Dewi Nawangwulan dari danau.

“Kebetulan sekali aku membawa baju ibu. Aku akan meletakanya di sini!” dia segera meletakan baju ibunya pada batu besar di tepi danau dan segera pergi menjauh.

“B…baiklah kisanak, terimakasih!” Dewi Nawangwulan segera menuju ke tepi danau dan memakai pakaian yang di bawakan oleh Jaka Tarub.

Dari kejauhan Jaka Tarub berjalan menghampiri Dewi Nawangwulan. “Hai, siapa kamu. Kamu cantik sekali!” ujar Jaka Tarub.

“Namaku Dewi Nawangwulan. Aku seorang bidadari yang tidak bisa kembali ke kahyangan. Seseorang mengambil baju dan slendangku. Aku terjebak di bumi!”

“Aku tidak tahu harus percaya atau tidak, tapi kecantikanmu memang luar biasa Dewi Nawangwulan!”

“Kisanak, siapakah namamu?”

“Aku Jaka Tarub, aku hanya pemuda biasa yang tinggal di dekat sini.”

“Jaka Tarub, maukah kamu menjadi suamiku?”

“A…apa? kita baru saja bertemu? kamu pasti bercanda kan?”

“Aku tidak bercanda Jaka Tarub!” ujarnya lugas.

“Mengapa kau ingin menikahiku?” Jaka Tarub menjadi balik terheran.

“Aku sudah bersumpah, jika ada yang memberiku pakaian dan daia adalah laki-laki maka akan aku jadikan suami, dan jika wanita maka akan aku jadikan saudara.”

“Tapi Nawangwulan, aku hanya pemuda miskin biasa. Aku tidak memiliki banyak harta.”

“Aku tidak peduli soal harta. Aku hanya ingin menepati sumpah yang telah aku ucapkan.”

“Ini memang terasa sedikit aneh. Tapi baiklah jika kamu memaksa, apa boleh buat.”

“Baiklah kalau begitu kita akan segera menikah!”

Baca juga :

Cerita Jaka Tarub Menikah

Warga desa sangat bahagia sekali mendengar kabar Jaka Tarub akhirnya mereka menikah.

Namun penduduk desa tidak ada yang curiga dengan Dewi Nawangwulan dari mana dia berasal.

Jika ditanya oleh penduduk kampungnya dia hanya menjawab bahwa istrinya datang dari kampung yang sangat jauh. Cerita Jaka Tarub.

Setahun setelah mereka menikah mereka di karuniai seorang anak perempuan yang cantik diberinama Nawangsih.

Jaka Tarub merasa sangat bahagia sekali setelah menikah dengan Dewi Nawangwulan. Dia yang hanya seorang pemuda miskin biasa seakan tidak pernah kehabisan stok beras.

Seakan beras yang sudah mereka panen tidak ada habisnya meskipun setiap hari di makan.

Jaka Tarub merasa ada hal yang aneh. Dia sangat penasaran dengan sebuah pantangan yang selalu di ucapkan oleh istrinya.

Jaka Tarub atau siapapun di larang melihat isi dari alat yang mereka gunakan untuk menanak nasi.

Namun Jaka Tarub menjadi semakin penasaran, mengapa sampai dia tidak boleh membukanya.

Terdorong oleh rasa penasarannya yang besar Jaka Tarub membuaka alat tempat mereka menanak nasi.

Betapa terkejutnya Jaka Tarub ternyata yang ada di dalamnya hanya setangkai padi saja.

Mengetahui hal tersebut Dewi Nawangwulan sangat berang di buatnya. Cerita Jaka Tarub.

“Apa yang kamu lakukan kang? kau pasti sudah melanggar pantangan yang kukatakan kan?” Jaka Tarub hanya terdiam.

“Memangnya apa yang akan terjadi dinda?”

“Sadarkah akang mengapa persediaan beras kita tidak pernah habis, itu karena setangkai padi ajaib ini.

Akan tetapi dia memiliki pantangan. Tidak boleh ada satu orangpun yang membuka kuali dengan setangkai beras ini”. Cerita Jaka Tarub.

“Lantas apa yang akan terjadi pada kita bila di langgar?” Ujar Jaka Tarub.

“Benda ini akan kehilangan kesaktiannya, dan kita harus menumbuk padi jika kita ingin masak!”

“Maafkan aku adinda, aku tidak tahu!” Cerita Jaka Tarub.

Semenjak hari itu lumbung padi mereka perlahan mulai berkurang.

Sampai suatu ketika dimana Dewi Nawangwulan yang sedang mengambil beras di lumbung tangannya menyentuh sesuatu. Cerita Jaka Tarub.

Dia sangat familiar sekali dengan benda tersebut. Dia segera menariknya dari dalam tumpukan padi di lumbung yang tinggal sedikit.

Alangkah terkejutnya ternyata benda itu adalah baju dan slendangnya yang selama ini hilang.

Dalam hati dia menjadi sangat marah karena merasa sudah ditipu oleh Jaka Tarub yang kini sudah menjadi suaminya. Cerita Jaka Tarub.

Dia tidak menyangka jika yang mengambil slendang dan pakaiannya adalah Jaka Tarub. Cerita Jaka Tarub.

Dewi Nawangwulan yang marah berniat kembali pulang ke kahyangan. Dengan perasaan marah dia mencari Jaka Tarub.

“Jaka Tarub jadi selama ini kau yang menyembunyikan baju dan slendangku, mengapa kau melakukannya? kali ini kau harus menanggung sendiri akibat perbuatanmu.”

Jaka Tarub hanya tertunduk pasrah. “Maafkan aku adinda!” Ujarnya lirih sambil tertunduk.

“Aku akan kembali ke kahyangan, aku bidadari tempatku bukan di sini!” Dewi Nawangwulan menyerahkan anaknya, Nawangsih yang masih tertidur dalam gendongannya.

“Kau juga harus merawat Nawangsih sendiri, dan mulai saat ini kita bukan suami-istri lagi.”

“Tapi Nawangsih tetap anakku. Jika suatu hari nawangsih ingin bertemu denganku maka bakarlah sebatang padi maka aku akan menemuinya.” Cerita Jaka Tarub.

“Tapi kamu tidak boleh beradadi dekatnya. Biarkan dia sendiri yang ada di dekat sebatang padi yang di bakar.”

Jaka Tarub akhirnya menyetujui syarat yang di berikan. Lalu Dewi Nawangwulan terbang menuju kahyangan meninggalkan mereka berdua. Cerita Jaka Tarub.

Jaka Tarub tidak sanggup menahan kesedihannya. Air matanya perlahan mengalir membasahi pipinya menyaksikan kepergian istrinya ke kahyangan. Cerita Jaka Tarub.

Dia hanya bisa mendekap putri sematawayangnya dengan erat. Nasi sudah menjadi bubur kini tidak ada hal lain lagi yang bisa di lakukan untuk membuat wanita yang di cintainya itu kembali. Cerita Jaka Tarub.

Baca juga :

Pasan Moral dari Cerita Jaka Tarub

Segala sesuatu yang kita lakukan harus di dasari oleh kejujuran, karena kebohongan bisa menimbulkan masalah di kemudian hari. 

Penutup

Sekian cerita rakyat Indonesia yang bisa fatasama bagikan, Semoga kita bisa mengambil pelajaran cerita Jaka Tarub dan bidadari ini. Cerita Jaka Tarub.

Sampai ketemu lagi pada dongeng cerita rakyat Indonesia berikutnya. Sekian dan terimakasih. Cerita Jaka Tarub.

Babai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *