Cerita Maling Kundang – Halo teman-teman berjumpa kembali dengan fatasama!
Pada kesempatan kali ini fatasama akan menulis dongeng cerita rakyat Indonesia yang berasal dari Provinsi Sumatera Barat.
Apa lagi kalau bukan cerita Malin Kundang si anak durhaka.
Cerita Malin Kundang ini sangat populer. Biasanya di ceritakan sebagai dongeng anak penghantar tidur.
Kisah Malin Kundang banyak juga di adaptasi menjadi karya film maupun serial animasi.
Untuk cerita selengkapnya mari simak kisahnya berikut ini!
Contents
Cerita Malin Kundang si Anak Durhaka
Zaman dahulu kala di daerah Padang Sumatera Barat hiduplah seorang janda bernama Mande Rubayah.
Mande Rubayah hidup bersama anaknya yang baik dan penurut bernama Malin kundang.
Karena mereka hanya hidup berdua saja, Mande Rubayah sangat menyayangi dan memanjakan Malin Kundang.
Untuk mencukupi kebutuhannya sehari-harinya bersama Malin Kundang, Mande Rubayah berjualan kue.
Suatu hari Malin Kundang jatuh sakit keras dan hampir mati, namun berkat usaha ibunya serta rasa sayangnya nyawa Malin Kundang terselamatkan.
Setelah sembuh dari sakit Mande Rubayah semakin menyayangi anak satu-satunya itu.
Malin Kundang Akan Pergi Merantau
Suatu hari Malin Kundang mulai beranjak dewasa.
Malin Kudang meminta izin kepada ibunya untuk merantau ke kota untuk mencari pekerjaan.
Kebetulan kala itu bertepatan dengan kapal besar pedagang yang sedang bersandar di Pantai Air Manis.
“Ibu takut jika nanti terjadi sesuatu di tanah rantau dan tidak ada ibu”. Ucap Mande Rubayah sedih.
“Ibu tidak perlu khawatir, Malin Sudah dewasa Bu”. Ujar Malin Kundang menenangkan ibunya.
“Lagi pula ini juga kesempatan yang belum tentu bisa datang lagi, Malin ingin bisa merubah nasib keluarga bu!” Malin Kundang berusaha meyakinkan ibunya.
“Baiklah, Nak ibu izinkan. Tapi jangan lama-lama dan cepatlah kembali kesini ya nak!”
Dengan berat hati akhirnya Mande Rubayah mengizinkan anak kesayangannya itu untuk pergi merantau.
Mande Rubayah menyiapkan segala perbekalan yang akan di bawa oleh Malin Kundang.
Akhirnya Malin Kundang berangkat merantau menumpang kapal besar pedagang meninggalkan ibunya sendirian di kampung halaman.
Hari-hari Tanpa Malin Kundang
Tidak terasa hari demi hari telah berlalu. Namun hari-harinya terasa berat di lalui tanpa ada anak satu-satunya itu.
Di sela-sela aktifitas hariannya Mande Rubayah selalu memandang ke laut dan selalu memikirkan tentang kondisi Malin Kundang.
Sudah sampaikah di sebrang atau belum, bagaimana keadaannya, hal-hal itulah yang selalu berkecamuk dalam kepala Mande Rubayah.
Jauh di dalam lubuk hati Mande Rubayah juga berharap agar Malin Kundang segera kembali, juga selalu berdoa untuk keselamatannya.
Di setiap malam Mande Rubayah selalu berdoa kepada Tuhan agar sekiranya Malin Kundang segera pulang karena ia sudah sangat merindukan anak satu-satunya itu.
Bertahun-tahun Malin Kundang Tidak Pulang
Waktu berlalu semakin cepat. Tidak terasa bertahun-tahun sudah berlalu.
Setiap tahun setiap ada kapal besar yang bersandar di pantai Air Manis, Mande Rubayah selalu menanyakan tentang keberadaan anaknya.
“Tuan-tuan adakah bersama kalian seorang yang bernama malin kundang?” Tanya Mande Rubayah kepada para awak kapal.
Namun sayang seribu sayang ia tidak ernah mendapatkan kabar yang ia harapkan.
Kini usia Mande Rubayah semakin tua. Bahkan jalannya mulai membungkuk.
Karena usahanya yang tidak pernah putus untuk bertanya tentang kabar Malin kundang kepada setiap kapal pedagang yang berlabuh di Pantai Air manis akhirnya membuahkan hasil.
“Tunggu…tunggu ibu, apakah kamu bertanya tentang kabar seorang yang bernama Mlin Kundang?”
Seorang nahkoda kapal bertanya kepada Mande Rubayah.
“Iya tuan, benar. Malin Kundang adalah anak saya. Adakah tuan mengetahui kabarnya?”
Jawab Mande Rubayah dengan perasaan yang gembira.
“Mande taukah kamu, dahulu kapal ini adalah kapal pertamakali yang di tumpangi oleh Malin Kundang untuk merantau ke sebrang”. Si nahkoda memulai membuka pembicaraan.
“Apakah Mande tau sekarang Malin Kundang telah menjadi orang yang berhasil dan kini ia telah menikahi anak seorang bangsawan.” Nahkoda melanjutkan ceritanya.
Mendengar ceritanya Mande Rubayah menjadi semakin bahagia di buatnya.
Mande Rubayah menitip pesan kepada Nahkoda jika bertemu dengan Malin agar ia segera pulang karena ibunya sudah rindu.
Baca juga :
Kepulangan Malin Kundang
Suatu hari hari yang di nanti-nanti itupun tiba.
Pada pagi hari yang cerah dari kejauhan terlihat sebuah kapal besar megah nan indah sedang berlayar menuju tepi pantai Air Manis.
Ketika kapal mulai bersandar semua mata tertuju kepada rombongan kapal besar nan megah.
Tidak di sangka-sangka anak seorang janda yang hanya berjualan kue kecil-kecilan kini pulang ke kampung bersama rombongan besar lengkap dengan pengawal.
Mande Rubayah yang ada di rombongan orang-orang yang menyaksikan rombongan Malin hanya bisa terkagum-kagum pada Kondisi malin saat ini.
Jantungnya berdegup sangat kencang.
Fikirannya tak karuan dan seolah masih tidak percaya bahwa anak kesayangan semata wayangnya sudah menjadi orang hebat.
Seorang pria tampan dan wanita cantik mulai turun dari kapal menuju kerumunan orang yang menyaksikan mereka.
Tanpa menghiraukan kerumunan orang Mande Rubayah langsung memeluk lelaki tampan yang ternyata adalah Malin Kundang.
“Malin Kundang anaku”. Tangis Mande Rubayah pecah sambil memeluk lelaki gagah tersebut.
Malin yang baru saja turun dari kapal terkejut di peluk oleh wanita tua dengan baju compang-camping.
Spontan wanita cantik yang berada di sebelah Malin ikut merendahkan Mande Rubayah.
“Malin, jadi wanita tua berbaju compang-camping ini adalah ibu kamu?, Aku tidak percaya!” Bentak istri Malin Kundang.
“Dasar pembual, dahulu kau berkata bahwa ibumu adalah seorang bangsawan, tapi ternyata hanya rakyat jelata.”
Mendengar teriakan dari istrinya dengan sepontan Malin mendorong ibunya hingga terjatuh ke tanah.
“Dasar wanita gila!, siapa yang kau bilang anakmu. Aku bukan anakmu.” Hardik Malin kepada ibunya dengan keras.
Mande Rubayah seolah tidak percaya dengan apa yang di lakukan Malin kepadanya.
Anak yang begitu baik serta penurut menjadi seperti tidak mengenalinya.
“Malin, aku ini ibumu, Nak!, mengapa kamu Jadi seperti ini?”
Mande Rubayah berkata dengan suara pilu dan memegangi kaki malin.
“Hai wanita gila, jangan asal bicara ya kamu. Ibuku tidak melarat dan kotor seperti dirimu.”
Malin Kundang malu mengakui jika Mande Rubayah adalah ibunya sendiri.
Mande Rubayah yang masih bersikeras memegangi kaki Malin Kundang ia segera menendangnya hingga Mande Rubayah terlempar tersungkur kembali.
Mande Rubayah hanya bisa terisak dan merasa sangat sakit hati dengan perlakuan putranya tersebut.
Ia masih tidak habis fikir setan apa yang telah merasukinya. Cerita Malin Kundang.
“Bruk!” Mande Rubayah pingsan berkalang pasir pantai dan terbaring sendiri tanpa ada yang mempedulikannya.
Orang di sekitar kerumunan tadi hanya tertegun melihat kejadian tadi dan berangsur kembali ke aktifitas masing-masing tidak mempedulikan Mande Rubayah.
Baca juga :
Do’a Mande Rubayah
Sesaat kemudian Mande Rubayah terbangun di pantai Air Manis terlihat agak sepi.
Di lihatnya kapal rombongan Malin terlihat mulai berada di tengah laut.
Hati Mande Rubayah sudah terlampau sakit menerima perbuatan anaknya itu seraya berisak tangannya menegadah ke langit.
“Gludug…gluduk!” perlahan awan gelap menyelimuti langit pantai Air Manis.
Dengan perasaan yang pilu ia berucap, Cerita Malin Kundang.
Kini mendadak cuaca menjadi semakin gelap di sertai badai kilat yang mulai menyambar.
Seketika itu hujan perlahan mulai turun dengan sangat lebat.
Di tengah lautan cuaca juga menjadi sangat gelap. Cerita Malin Kundang.
Ombak mulai berdatangan ganas silih berganti menghantam kapal rombongan Malin Kundang.
Kilat dan petir saling bersahutan di atas awan mendung menambah suasana menjadi semakin ngeri.
Teriakan panik seluruh anggota rombongan kapal terdengar sangat nyaring, namun hilang suaranya di telan besarnya terjangan ombak.
Sejurus kemudian terdengar suara petir yang menggelegar di sertai dengan kilat yang menyilaukan.
Sebuah ombak yang tinggi menghantam kapal rombongan Malin dan menenggelamkan mereka ke laut.
Dalam sekejap kapal Malin hancur berkeping-keping tidak bersisa.
Hari-hari dengan cuaca mendung dan hujan deras telah berlalu.
Serpihan kapal Malin Kundang berserakan di tepian pantai.
Konon itulah suara malin kundang yang meratapi dirinya. Cerita Malin Kundang.
Itulah cerita tentang si anak durhaka Malin Kundang. Cerita Malin Kundang.
Baca juga :
Baca juga :
Pelajaran dari Cerita Malin Kundang
Dari cerita Malin Kundang kita bisa mengambil pelajaran, bahwasanya ibu adalah sosok yang sangat penting di dalam hidup kita yang tanpanya kita tidak akan pernah ada di dunia ini.
Ibu adalah orang yang bertarung, berjuang menantang maut demi melahirkan kita ke dunia ini, sudah selayaknya kita harus selalu menghormatinya dan selalu menjaga hatinya agar jangan sampai menyakitinya.
Dari cerita Malin Kundang di atas kita juga belajar supaya bisa menerima keadaan ibu kita bagaimanapun kondisinya.
Tidak peduli mau kaya atau miskin, ibu adalah tetap ibu kita. Cerita Malin Kundang.
Jangan lupakan juga ganjaran orang berbakti kepada kedua sangatlah besar di sisi-Nya, seperti kisah uwais al Qorni yang ketika di dunia hanya menjadi orang yang tidak di kena siapapun namun namanyaharum di langit.
Penutup
Sekian sajian cerita Malin kundang si anak durhaka semoga kita selalu terhindar dari perbuatan buruk kepada orang tua. Amin. Cerita Malin Kundang.