Rumah Sakit Jiwa

Posted on

Hari itu, adalah hari pertama dalam hidupku, aku berkunjung ke sebuah rumah sakit jiwa, di kota Malang. Waktu itu kebetulan aku yang sedang senggang dan kebetulan sedang berlibur ke malang, bingung mau ngapain.

Waktu itu adikku nawarin aku, ” Mas, free nggak?, temenin aku yok ?”

“Kemana ?”. Jawabku.

” Tempat spesial”. Jawabnya singkat.

Akhirnya aku memutuskan untuk menemani adik perempuanku, yang kebetulan kuliah di jurusan psikologi di sebuah kampus di kota Malang. kebetulan dia mendapatkan tugas untuk mempelajari tentang gangguan mental.

Well, aku nggak ngerti banyak sebenarnya, apa yang bakali di kerjakan olehnya di sana. Katanya sih hanya meneliti dan menganalisa karakter mereka.

Contents

Rumah Sakit Jiwa

unspalsh.com

Pertamakali tiba di tempat itu aku kaget banget.

“Seriusan, kesini?”. Aku masih enggak percaya, bakalan main ke rumah sakit jiwa.

“Iya lah mas, serius dong”. adik perempuanku hanya tersenyum.

Gerbang putih tinggi dengan 2 penjaga menyambutku di ujung jalan, ketika berhasil melewati gerbang itu kesan pertama yang didapat adalah luas, sangat luas. Tempat luas ini memiliki banyak bangunan dengan corak klasik dan dominan warna putih. 10 meter melangkah masuk dari kejauhan seseorang berteriak

“Hey, hati-hati dengan orang gila ya.” Pernyataannya menarik sekaligus lucu, orang yang berteriak tadi adalah penghuni bangsal pertama.

Tak berselang lama seorang ibu paruh baya menuntun kami ke arah bangunan berwarna bitu langit, dari luar terdengar suara gaduh bak hajatan.

Saat coba ditelisik lagi ternyata hari ini adalah sesi terapi musik, beberapa penghuni bangsal menari dan bernyanyi bergantian.

Perhatian mereka teralihkan saat melihat kami dengan pakaian biru yang mencolok datang, mencoba untuk berbaur.

Seorang wanita yang tadinya bernyanyi kemudian datang ke arahku dengan mikrofon yang masih digenggam kedua tangannya, dalam hati aku hanya dapat berucap semoga saja bukan aku.

Saat wanita itu semakin dekat ia mengulurkan tangannya, “sini mas nyanyi sama aku”. Lega, ternyata bukan aku. Ditariknya lelaki yang ada di sampingku tadi ke arah panggung sembari menyodorkan mikrofon, ajakan untuk benyanyi bersama kupikir.

Dua orang tadi terlihat bersenang senang hingga saat aku menyadari bahwa pakaian yang dikenan wanita itu berwarna merah muda. Aku kemudian tersadar, ternyata itu penghuni yang lain juga.

Setelah sekitar setengah jam di ruang tersebut kami pindah menuju tempat, sebut saja bangsal B. Dari tempat awal menuju bangsal B ditempuh dengan berjalan sekitar 3 menit, ditengah perjalanan dari belakang terdengar bunyi klakson motor.

Aku segera menepi berusaha memberi jalan. Motor tersebut terus berjalan hingga melewatiku, satu yang menarik perhatian adalah pengendara motor tersebut juga menggunakan pakaian berwarna oranye. Ternyata penghuni di sini senang berkendara, pikirku.

Bangsal B

unsplash.com

Sampailah aku di Bangsal B, yang menarik perhatian dari tempat ini adalah ada 2 orang lelaki saling tertawa bersamaan dengan suara lantang.

Aku mencoba memperhatikan kembali apa yang menggugah tawa mereka, ternyata mereka sedang bergantian mendorong ayunan bersama, bahagia sekali batinku.

Saat aku masuk mataku tertuju ke arah telivisi yang menggantung di dinding, di bawahnya ada banyak orang sedang tertawa gembira sembari memakan buah.

Aku duduk dan mendekati seorang pria yang nampak asik mengupas jeruknya, tidak seperti yang lain ia tidak terlihat memperhatikan telivisi tadi.

Cerita

unsplash.com

Sementara adiku sedang berbicara dengan petugas kesehatan, aku yang merasa nggak ada kerjaan iseng-iseng keliling untuk melihat-lihat.

Aku mendekat dan bertanya namanya, diam, respon inilah yang kudapat. Aku tidak menyerah, berusaha kutanya kembali apa yang sedang ia lakukan, tiba-tiba ia memandangku dan tersenyum.

Mungkin merasa tidak asing dengan kedatanganku bapak mulai bercerita, a sampai z aku dengarkan hingga akhir, tentunya saja ceritanya terdengar melantur dan tidak masuk akal.

“Hehe. Aku banyak temennya.” Digenggamnya tanganku masih dengan senyuman yang sama. Aku ikut tersenyum, ternyata butuh teman bapak ini.

Tapi aku ikut tersenyum, bapak tadi terlihat bahagia saat membagikan kisahnya. Di tengah jalannya cerita ada suara seorang wanita memotong percakapan kami, waktunya berpindah katanya.

Padahal aku sudah menyiapkan kedua telinga ku untuk mendengar cerita si bapak yang seperti belum habis lagi.

“Nanti main kesini lagi ya, Pak.” Pamitku. Aku segera pergi meninggalkan bapak itu. Bapak itu hanya bisa melihat sembari melambaikan tangannya,  seperti masih banyak yang ingin ia bagikan.

Lukisan

unsplash.com

Di Bangsal terakhir dari kejauhan ada sekumpulan pria dengan baju oranye khasnya, mereka duduk melingkar dengan kanvas putih di depannya. Salah seorang pria tersebut menggambar sesosok wanita cantik.

“Siapa itu?” Tanya seorang perawat.

Pria tadi hanya tersenyum, kemudian beberapa kali menyebutkan nama wanita yang sama. Mungkin wanita yang ia kagumi, pikirku.

Ada banyak lukisan dengan ukuran yang bermacam-macam di bangsal ini. Aku salah ketika berpikir bahwa lukisan tersebut mungkin hanya bentuk coretan. Di depanku terpajang banyak lukisan yang aku yakin jika dirupiahkan nilainya akan tinggi, ini bukan sekedar coretan ternyata.

“Ini mereka semua yang ngelukis. Ada yang datang setiap hari kesini buat ngelukis.” Perawat yang sama menjelaskan dari mana asal lukisan lukisan yang terpajang rapi tersebut.

Mencoba Mengabadikan

unsplash.com

Aku mengambil ponselku, berusaha mengabadikan rasa takjub yang kurasakan. Mungkin aku bisa mengingatnya kembali nanti. Setelah memotret beberapa gambar aku tarsadar,

“Mohon tidak difoto ya, hargai mereka dan keluarganya.”

Aku sejenak lupa dengan peraturan tersebut, padahal sudah berusaha aku tepati sejak awal. Beberapa gambar yang sebelumnya ku ambil sudah tidak ada di galeri ponselku, memang sebaiknya dihapus.

Ada banyak sekali hal yang menarik yang ingin ku kenang dari tempat ini, tapi aku yang pelupa ini bahkan tidak dapat satu gambar pun, sebagai pengingat bahwa aku pernah mendapatkan pengalaman berati di tempat ini.

Jam Kunjung Selesai

unsplash.com

Matahari sudah semakin terik diatas, disaat itu pula aku menyadari bahwa kunjungan ini akan segera berakhir. Benar saja, tak berapa lama kami diarahkan memuju gerbang putih tinggi yang tadi pagi menyambut kami. Sudah berakhir pikirku.

“Akhirnya kelar juga ya hari ini, ujarku”. Adiku hanya tersenyum.

Di depan gerbang putih tadi ada sebuah tulisan besar di tengah jalan, nama tempat ini rupanya. Aku dan adikku bejalan kearah tempat tersebut.

“Senyum ya, kita foto dulu di sini.” Adikku sudah mengarahkan kamera ponselnya ke arah kami. Berdiri di depan monumen tadi kami tersenyum, bergota – ganti gaya seiring denga bunyi kamera ponsel.

Biarlah foto ini yang tersimpan, toh walau foto tersebut tidak terlalu berarti hanya kami, aku yang mengerti arti yang tersimpan di balik foto tadi. Kami pernah mendapatkan ilmu yang berarti di sini.

Seutas senyum kami dalam foto tadi akan ku ingat dengan arti tersebut.

Demikianlah sedikit cerita ketika main ke Rumah Sakit Jiwa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *